Sabtu, 25 Juli 2009

Ferderick--surat tahun pertama

7 tahun berlalu, sir..


Ditinggalkan kedua Orang Tua yang entah-berantah-kemana perginya, membuat hidup menyesakkan tentunya.Seorang Lavier, kehidupan selama tujuh tahun lalu itu berubah 360 derajat. Kesepian. Ibarat kacang yang tidak ada isinya. Kemewahan baginya hanyalah sebutir garam, keluarga adalah segalanya.

Orang Tua macam apa yang tega menelantarkan anaknya hanya dengan gelimang harta seperti ini. Ck. Hina sekali mereka.

Pikiran yang terlalu jauh untuk anak seusianya-11 tahun lebih tepatnya. Tapi apa daya, Ferder memang dididik secara intelek dari mulai ia lahir bersama kembarannya-Dev. Rumah gaya Eropa Timur itu tampak mewah dari luar memang, sayangnya, penghuni di dalamnya hanya segelintir yang sering mengakibatkan banyak rumor yang tidak sedap bagi telinga kembar Lavier. Asal-usul keluarga Lavier sendiri hanya diketahui oleh sang Butler dan pelayan yang mengabdi kepada keluarga Lavier, Jhon dan Maerry.

"Lebih baik kita kabur, Dev. Kita cari mereka."

keheningan itu pecah oleh suara yang anak sulung keturunan Lavier. Tapi, apa yang ia lontarkan nampaknya tidak efek bagi kembarannya. Terlihat jelas bahwa bayangan tubuh jangkung Ferder yang berdiri di depan perapian saat menatap foto keluarga Lavier yang terpampang jelas nan gagah dengan Frame ukiran Eropa di atas perapian batu itu. Sedetik kemudian, cipratan abu kayu terlempar ke atas karpet beludru ruangan yang bermandikan cahaya api unggun itu. Ferder membalikan badannya menatap warna kornea kembarannya yang coklat tua-sama sepertinya.

Ferder berusaha memancarkan ide-idenya itu melalui pandangan siluat matanya. Ferder lebih suka menjadi pemimpin dari pada penasehat seperti kembarannya. Ia mengagumi kembarannya yang pintar berbicara dan segalanya, namun cukup penakut untuk hal-hal yang memerlukan kekuatan otot. Dev cenderung membenci perkelahian ketimbang Ferder yang akan membela yang benar dengan berkelahi jika itu perlu. Ia berjalan menyebrangi karpet beludru ruang perapian itu dan mendekati adiknya yang sedang duduk rapi di sofa berlengan satu warna merah keemasan. Ferder segera menepuk bahu kurus adik kembarnya itu.

"Hidup ini sulit, dude. Tanpa kasih sayang, semua hancur. Seperti abu itu."

Ferder mengalihkan pandangannya menatap perapian yang dipenuhi tarian-tarian si jago merah itu. Cukup untuknya berusaha bijaksana, tapi itu mungkin tidak terlalu membantunya kali ini. Lihatkan? Dev hanya memutar kedua bola matanya dan mengetuk-ketuk jari-jari kurusnya di lengan satu sofa berwarna merah keemasan itu.

BUUK

-Apa itu?


Secepat mungkin, Ferder mengarahkan kepalanya menatap jendela yang berada di sebrang sofa sang adik. Berjaga-jaga, ia melepas sendal tidur yang dikirimkan neneknya dari Korea. Ferder memutar otaknya berusaha menebak apa yang sekarang menimpa dia dan saudaranya, penculik kah? Bisa jadi. Ini adalah waktu yang tepat dimana hari mulai gelap. Siluet tubuh kurus jangkung Dev berdiri tegap berjalan mengarah ke jendela itu tanpa rasa takut yang tersirat jelas. "Hati-Hati, Dev." Hanya itu yang bisa ia sampaikan pada kembarannya seraya mengikuti langkah kaki adiknya menuju jendela.Tangan kurus Dev perlahan membuka slot jendela.

CTAK

Apa yang terjadi? Dua ekor burung hantu abu-abu masuk ke ruangan itu dan terbang di langit-langit ruang perapian yang nyaris menabrak kepala Ferder. Kedua burung hantu abu-abu itu melayang-layang di langit-langit sambil membawa secarik surat yang Ferder yakini itu bukan surat dari kedua Orang Tuanya ataupun saudara jauhnya. Kenapa? Karena merka tidak pernah mengirimkannya lewat hewan.. Kedua surat itu dijatuhkan oleh masing-masing burung hantu. Surat Ferder jatuh melayang dengan lembut sampai di tangan putihnya, sementara surat milik Dev berputar-putar selama pendaratan yang mengharuskannya memungut dari lantai.

Manik mata coklat Ferder menginfestigasi surat mencurigakan itu. Ia melihat mulai dari cap di tengah surat hingga bau surat itu. Seperti amplop biasa, namun segelnya bukian segel keluarga Lavier. Ferder menyadari itu dengan cepat, sementara sang adik hanya menunggu kakaknya membuka isi suart itu. Ya begitulah, yang tua bisa menjadi tumbal sewaktu-waktu. Akhirnya, Ferder membuka segel surat itu dan mengeluarkan secarik perkamen dari dalamnya.

SEKOLAH SIHIR HOGWARTS

Kepala sekolah: Julia Claire Felder (Order of Merlin, Kelas Pertama, Konfederasi Sihir Internasional)

Dengan gembira kami mengabarkan bahwa kami menyediakan tempat untuk Anda di Sekolah Sihir Hogwarts. Terlampir daftar semua buku dan peralatan yang dibutuhkan. Tahun ajaran baru mulai 1 September. Kami menunggu burung hantu Anda paling lambat 31 Juli. Hormat saya, Julia Claire Felder, Kepala Sekolah

SEKOLAH SIHIR HOGWARTS

Seragam
Siswa kelas satu memerlikan:
1. Tiga setel jubah kerja sederhana (hitam)
2. Satu topi kerucut (hitam) untuk dipakai setiap hari
3. Sepasang sarung tangan pelindung (dari kulit naga atau sejenisnya)
4. Satu mantel musim dingin (hitam, kancing perak)
Tolong diperhatikan bahwa semua pakaian siswa harus ada label namanya.

Buku
Semua siswa harus memiliki buku-buku berikut:
Kitab Mantra Standar (Tingkat 1) oleh Miranda Goshawk
Sejarah Sihir oleh Bathilda Bagshot
Teori Ilmu Gaib oleh Adalbert Waffling
Pengantar Transfigurasi Bagi Pemula oleh Emeric Switch
Seribu Satu Tanaman Obat dan Jamur Gaib oleh Phyllida Spore
Cairan dan Ramuan Ajaib oleh Arsenius Jigger
Hewan-hewan Fantastis dan di Mana Mereka Bisa Ditemukan oleh Newt Scamander
Kekuatan Gelap: Penuntun Perlindungan Diri oleh Quentin Trimble

Peralatan lain
1 tongkat sihir
1 kuali (bahan campuran timah putih-timah hitam, ukuran standar 2)
1 set tabung kaca atau kristal
1 teleskop
1 set timbangan kuningan

Siswa diizinkan membawa burung hantu ATAU kucing ATAU kodok

ORANGTUA DIINGATKAN BAHWA SISWA KELAS SATU BELUM BOLEH MEMILIKI SAPU SENDIRI

Dan Ferder pun dilanda lautan pertanyaan, kawan.
-Sihir katanya?

Ia hanya dapat menunggu jawaban rasional dari sang adik dengan memberikan Dev siluet bayangan rasa ingintahunya dari mata coklat miliknya. Cukup-tidak rasional baginya jika ini semua adalah benar. Apalagi yang menimpa hidupnya kali ini? Sebuah fitnah kah?. Benak Ferder dipenuhi untaian kata-kata itu yang berenang-renang hingga kepala Ferder mual.

-well, jika ini benar. Aku lebih memilih pergi. Bagaimana, Dev?

1 komentar: